Pendekatan Kekeluargaan, Cara BWM Almuna Tekan NPF
Media Center Batam – Bank Wakaf Mikro (BWM) Almuna Berkah Mandiri mengedepankan pendekatan kekeluargaan untuk menekan kredit macet atau non performing financing (NPF). Nasabah juga diberi kelonggaran untuk mengangsur sesuai dana yang mereka miliki.
Trik ini disampaikan Ketua BWM Almuna Berkah Mandiri, Eni Kartika Sari dalam kunjungan media massa bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional V Sumbagut, di Yogyakarta, Sabtu (14/9).
“Ketika nasabah usahanya drop atau menurun, otomatis NPF kami meningkat. Sehingga perlu pendekatan kekeluargaan. Kita tidak menggunakan debt collector. Kami mengunjungi ke sana secara kekeluargaan, kemudian bagaimana permasalahannya kita bantu selesaikan. Mereka mampu nyicil berapa, kita terima,” tutur Eni.
BWM Almuna Berkah Mandiri merupakan satu dari 52 BWM yang berdiri di seluruh wilayah Indonesia hingga pertengahan 2019 ini. Sejak beroperasi akhir 2017 lalu, BWM Almuna sudah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp1,272 miliar kepada 730 nasabah.
Sekitar 40 persen nasabah BWM Almuna adalah pedagang makanan dan minuman. Seperti penjual gorengan, angkringan, jajanan pasar, dan lainnya. Jenis usaha lain yang sudah dibantu yaitu laundry, jasa, penjahit, katering, toko kelontong, hingga online shop.
“Sebagian besar adalah usaha yang ada di sekitar pondok pesantren. Maka kita juga membebaskan santri-santri kita untuk jajan, laundry di luar. Supaya bisa membantu warga di sekitar juga,” papar peraih penghargaan Tokoh Akses Keuangan dari OJK ini.
Berlokasi di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, BWM Almuna kini menjadi satu-satunya BWM yang memiliki kluster. Yakni kluster batik yang dipusatkan di Giriloyo, Bantul.
“Kita juga sudah miliki izin perluasan wilayah karena dianggap mampu biayai lebih dari 1 kecamatan. Tadinya cuma 1 kecamatan, kita diberi izin untuk 1 kabupaten,” ujarnya.
Tiap nasabah diberi pinjaman untuk usahanya sebesar Rp1 juta di tahap pertama. Apabila pembayaran lancar, besar pinjaman bisa naik hingga Rp2 juta.
Sebagai lembaga non profit, tiap nasabah hanya diminta membayar ujroh atau semacam upah sebesar 3 persen dari peminjaman. Cicilan dibayar seminggu sekali pada setiap pertemuan Halmi atau halaqah mingguan.
Dan bisa mencapai 40-50 kali angsuran. Artinya tiap minggu, nasabah hanya perlu membayar Rp20-25 ribu untuk pinjaman Rp1 juta.
“Penyalurannya ini melalui KUMPI, kelompok usaha masyarakat pesantren Indonesia. Satu KUMPI bisa diisi 5 rumpun, satu rumpun 15-25 orang. Tapi efektifnya 15 orang, karena lebih solid dan tanggung rentengnya juga tak banyak,” terang Eni.
Tanggung renteng merupakan sistem yang digunakan BWM untuk menjamin pengembalian pembiayaan tidak bermasalah. Apabila ada anggota yang macet pembayarannya, akan ditanggung oleh anggota lain dalam satu kelompok.
“Kita sudah amati beberapa pola, memang yang paling bagus adalah kelompok dengan anggota yang dekatan rumahnya, walaupun beda bidang usaha. Karena sudah saling mengenal sehingga tahu satu sama lain,” kata dia.
Keberadaan BWM ini diklaim tak hanya meningkatkan ekonomi masyarakat, tapi juga dari sisi religius. Karena pada setiap pertemuan Halmi, nasabah tak sekadar diberi pelatihan terkait usaha tapi diajak belajar agama seperti pengajian dan menghafal asmaul husna.
Pendampingan yang dilakukan BWM Almuna Berkah Mandiri tak berhenti di situ. Eni bersama tim bahkan menyiapkan platform untuk penjualan produk nasabah secara daring (online).
“Untuk saat ini kami satu-satunya BWM yang sudah punya platform yaitu www.almunakrapyak.com. Tujuan kami di sini murni membantu nasabah dalam pemasaran karena selama ini pemasaran yang nasabah banyak keluhkan. Ke depan rencananya buat satu mini showroom untuk nasabah kita,” pungkasnya.