Impor Sampah Plastik Tambah Beban TPA Batam
Media Center Batam – Pemerintah Kota Batam menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait rencana masuknya industri daur ulang plastik ke Batam. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Herman Rozie mengatakan Pemerintah Kota Batam sangat berhati-hati untuk terbitkan dokumen lingkungannya karena lahan Batam terbatas.
“Pemko Batam tidak pernah menolak investasi apapun yang masuk ke Kota Batam. Apalagi yang bawa lapangan kerja. Tetapi faktor lingkungan juga harus kita perhatikan,” kata Herman di Batam Centre, beberapa waktu lalu.
Pada surat yang dikirim ke KLHK, Pemko memaparkan kondisi Batam saat ini. Disebutkan bahwa sampah yang dihasilkan sekarang sudah mencapai 1.000 ton/hari. Dan kondisi ini sudah sangat membebani Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Telagapunggur yang luasnya hanya sekitar 46,8 hektare.
Unit pengolahan limbah (incinerator) ada di Batam namun dimiliki pihak swasta. Kapasitasnya 750 kg/jam dengan suhu bakar 400-800 derajat Celcius. Dan tidak memungkinkan dipakai untuk pembakaran sisa produksi industri daur ulang plastik.
“Berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah, sampah plastik ini hanya bisa diolah 70-93 persen. Kita nggap teknologi yang dipakai investor ini cukup tinggi, bisa diolah sampai 93 persen. Ada 7 persen sisa sampah plastik impor yang TPA kita tanggung. Dari 11 perusahaan yang masuk, kita hitung sisa 7 persen dari kuotanya itu maka satu hari menambah beban TPA 100 ton. Coba bayangkan kalau 30 perusahaan,” paparnya.
“Umur TPA kita ini berapa lama. Itu baru dari segi tempat, lahan. Belum lagi dari segi terurainya. Bisa dilihat di TPA Punggur sekarang, masih banyak sampah plastik dari rumah tangga yang menumpuk, tidak terurai. Ini mau ditambah lagi dengan sisa industri daur ulang plastik yang bahan bakunya diimpor. Ini yang sebabkan Pemko Batam sangat berhati-hati,” sambung mantan Camat Lubukbaja ini.
Herman menegaskan bahwa bahan baku plastik yang akan didaurulang pada prinsipnya adalah sampah di negara asal. Bagi industri daur ulang memang menjadi bahan baku. Namun sisa pengolahan akan kembali menjadi sampah yang bebannya pindah ke Kota Batam.
“Sekarang banyak pabrik plastik ingin berdiri. Tapi kuota tak dapat dari pusat. Hampir 100 perusahaan mau izin impor plastik, izinnya tidak dikeluarkan pusat. Pemerintah Indonesia saat ini meminimalkan penggunaan plastik. Artinya jangan sampai kita melarang plastik tapi buat pabrik plastik,” ujarnya.
Surat Pemko Batam ke KLHK ini juga menegaskan keberatan pemerintah daerah jika terjadi impor besar-besaran plastik bekas (reja dan skrap). Dan memohon Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun untuk mempertimbangkan masalah lingkungan dalam penerbitan rekomendasi terhadap permohonan impor plastik bekas ke Kota Batam.
“Sampah plastik jangka panjangnya akan menghasilkan permasalahan berupa mikroplastik. Mikroplastik tersebut dapat masuk ke dalam jaringan tubuh manusia melalui rantai makanan. Sampah plastik juga merusak estetika dan mengancam sektor pariwisata. China saja sudah menutup seluruh industrinya karena sadar bahaya plastik ini. Apabila Batam menampungnya, bagaimana kelestarian lingkungan Batam dan dampaknya terhadap anak cucu kita nanti,” kata dia.