𝐔𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐏𝐞𝐫𝐢𝐧𝐠𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐎𝐭𝐨𝐧𝐨𝐦𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐗𝐗𝐕𝐈𝐈𝐈, 𝐂𝐢𝐩𝐭𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐠𝐢 𝐆𝐞𝐧𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐌𝐞𝐧𝐝𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠

𝐃𝐢𝐬𝐤𝐨𝐦𝐢𝐧𝐟𝐨 𝐁𝐚𝐭𝐚𝐦 – Perjalanan kebijakan otonomi daerah selama lebih dari seperempat abad merupakan momentum yang tepat untuk memaknai kembali arti, filosofi dan tujuan dari otonomi daerah.

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan filosofi otonomi daerah dilandaskan pada prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam pasal 18 UUD 1945.

“Melalui peringatan Hari Otonomi Daerah ke-28 ini, mari memperkokoh komitmen, tanggung jawab dan kesadaran seluruh jajaran Pemerintah Daerah akan amanah serta tugas untuk membangun keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di tingkat lokal serta mempromosikan model ekonomi yang ramah lingkungan untuk

menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang,” ujar Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, membacakan arahan Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, saat menjadi inspektur upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah XXVIII tingkat Kota Batam di Dataran Engku Putri, Kamis (25/4/2024).

Hari Otonomi Daerah tahun ini mengusung tema Otonomi Daerah Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau dan Lingkungan yang Sehat.

Rudi melanjutkan, otonomi daerah dirancang untuk mencapai dua tujuan utama termasuk di antaranya tujuan kesejahteraan dan tujuan

demokrasi. Dari segi tujuan kesejahteraan, desentralisasi diarahkan untuk memberikan pelayanan publik bagi masyarakat secara efektif, efisien dan ekonomis melalui berbagai inovasi kebijakan pemerintahan yang menekankan kepada kekhasan daerah yang

bersangkutan (endogenous development) serta pemanfaatan potensi sumber daya alam yang

bijak dan berkelanjutan (sustainable).

“Pembagian urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintahan konkuren atau urusan yang dapat dikelola bersama antara Pusat, Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota menuntut Pemerintah Daerah untuk mampu mengartikulasikan kepentingan masyarakat dan mengimplementasikan kepentingan tersebut ke tata kelola pemerintahan yang lebih partisipatif, transparan dan akuntabel serta responsif,” katanya.

Kemudian, dari segi tujuan demokrasi, kebijakan desentralisasi menjadi instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang mempercepat terwujudnya masyarakat madani atau civil society. Proses demokrasi di tingkat lokal melalui penyelenggaraan pemilihan perwakilan daerah secara langsung yang akan laksanakan nanti di bulan November 2024, penyusunan

Perda mengenai APBD sampai perencanaan pembangunan daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif pada akhirnya akan menumbuhkan komitmen, kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, solidaritas serta rasa memiliki (sense of

belonging) yang tinggi dalam masyarakat terhadap kegiatan pembangunan di daerah sehingga berkorelasi positif terhadap perbaikan kualitas kehidupan demokrasi.

“Selain mendorong partisipasi masyarakat, kebijakan desentralisasi juga diharapkan dapat memperbaiki tata hubungan pusat-daerah sehingga menjadi lebih proporsional, harmonis dan produktif dalam rangka penguatan persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.

Kedua tujuan otonomi daerah ini, lanjut Rudi, tidak bersifat eksklusif atau terpisah satu sama lain, namun pencapaian satu tujuan secara tidak langsung akan mempengaruhi percepatan pencapaian tujuan lainnya.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan kualitas pelayanan publik akan berdampak pada peningkatan partisipasi politik dan iklim politik yang kondusif dan demikian pula sebaliknya. Penguatan partisipasi

masyarakat yang bertanggung

jawab dan tidak anarkis dapat menciptakan daerah yang ramah investor (investment-friendly) sehingga dapat mendorong percepatan perbaikan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Dalam konteks ekonomi hijau yang merupakan salah satu dari enam strategi transformasi ekonomi Indonesia untuk mencapai visi 2045, kebijakan desentralisasi memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam secara lebih efisien dan berkelanjutan, termasuk melalui transformasi produk unggulan dari yang semula berbasis produk yang tidak dapat diperbaharui seperti industri pengolahan pertambangan, menjadi produk dan jasa yang diperbaharui dengan tetap memperhatikan potensi daerah, seperti pertanian, kelautan dan pariwisata,” ujarnya.

Untuk diketahui, kebijakan otonomi daerah juga memberikan keleluasaan Pemerintah Daerah untuk melakukan eksperimentasi kebijakan di tingkat lokal untuk mendorong implementasi teknologi hijau seperti penggunaan energi terbarukan seperti energi matahari (solar panel), penggunaan mobil listrik yang menggantikan eksistensi mobil berbahan bakar fosil, pengolahan limbah yang ramah lingkungan sampai desain green building yang memperhatikan efisiensi energi, penggunaan

material konstruksi ramah lingkungan dan manajemen limbah bangunan.

“Dengan menggabungkan kebijakan otonomi daerah yang berfokus pada pembangunan ekonomi hijau, kita dapat menciptakan dampak positif bagi lingkungan, masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan,” katanya.

Sejauh ini, melalui arahan tertulis itu, Kementerian Dalam Negeri juga berkomitmen untuk memperkuat fungsinya dalam Fasilitasi Produk Hukum Daerah yang berfokus pada pembangunan ekonomi hijau untuk mencapai keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara holistik. Fungsi ini bertujuan untuk memaksimalkan peran Peraturan Daerah yang berfokus pada komoditas dan sektor unggulan yang ramah lingkungan dengan memperhatikan aspek fungsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, estetika dan penanggulangan bencana.

“Disamping mendorong percepatan perbaikan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam konteks ekonomi hijau, pemerintah daerah secara eksisting dihadapkan pada hambatan dan tantangan dalam pembangunan daerah untuk mendorong program pembangunan nasional meliputi penanganan stunting, penurunan angka kemiskinan ekstrem, pengendalian inflasi, peningkatan pelayanan publik yang berkualitas melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), percepatan proses pemulihan perekonomian nasional maupun daerah serta ekonomi hijau dan lingkungan yang sehat.

“Pemerintah Pusat menargetkan tahun 2024 angka stunting anak turun menjadi 14 persen secara nasional, untuk itu koordinasi dan sinergitas seluruh jajaran Forkopimda Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu ditingkatkan dalam mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya menekan angka stunting di wilayah masing-masing, antara lain dukungan arah kebijakan dan anggaran untuk perbaikan pola asuh dan lingkungan, penanganan kurang gizi dan anemia tepat sasaran kepada ibu dan anak,” kata Rudi.

Ia juga menyampaikan, menindaklanjuti arahan Bapak Presiden terkait Pengendalian Inflasi Tahun 2024 dan dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah guna menjaga ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga pangan, daya beli masyarakat, dan mendukung kelancaran distribusi serta stabilitas perekonomian di daerah, saya sebagai Menteri Dalam Negeri setiap hari Senin memimpin rapat penanganan inflasi untuk memantau perkembangan inflasi di daerah dan saat ini telah terbentuk Satgas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) berdasarkan Surat Edaran Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi di Daerah, hal ini sebagai bentuk konkret kinerja Kepala Daerah dalam Pengendalian Inflasi di wilayahnya masing-masing.

“Setelah 28 tahun berlalu, otonomi daerah telah memberikan dampak positif, berupa meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), bertambahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kemampuan Fiskal Daerah. Kepada daerah-daerah otonom baru yang telah berhasil meningkatkan PAD dan kemampuan fiskalnya. Peningkatan tersebut diharapkan agar dimanfaatkan untuk program-program pembangunan dan kesejahterakan rakyat, sehingga dapat meningkatkan angka IPM, menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan konektivitas serta akses infrastruktur yang baik dan lain-lain.

Melalui amanat Mendagri itu pula, Kepada daerah yang kemampuan PAD dan fiskalnya baik tetapi IPM-nya masih rendah, angka kemiskinan masih cukup tinggi dan akses infrastruktur belum baik, perlu kiranya melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa penyusunan program dan kegiatan dalam APBD agar tepat sasaran, efektif serta efisien.

Mendagri juga mengimbau bagi daerah yang masih rendah PAD-nya, agar melakukan terobosan dan inovasi untuk menggali berbagai potensi yang dapat memberikan nilai tambah serta peningkatan bagi PAD, tanpa melanggar hukum dan norma yang ada serta tidak memberatkan rakyat.

“Perjalanan otonomi daerah telah mencapai tahap kematangan untuk melahirkan berbagai terobosan kebijakan bernilai manfaat dalam rangka identifikasi dan perencanaan wilayah-wilayah yang berpotensi dikembangkan secara terintegrasi, yang kemudian membentuk aglomerasi kegiatan perekonomian dan terhubung antara satu wilayah dengan wilayah lainnya,” katanya.

“Implementasi pengembangan wilayah perlu dilakukan melalui pendekatan kebijakan yang berkelanjutan dan implementasi regulasi Ekonomi Hijau, dimana penyelengaraan pemerintahan daerah dan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memperhitungkan aspek keadilan sosial dan pelestarian lingkungan,” tambah Rudi.

Mungkin Anda juga menyukai

DD