Energi Pembawa Terang yang Menghapus Kelam Pulau Seberang
Kelam saat malam menjelang, sebenarnya bukan hal baru bagi ribuan warga yang tinggal di pulau-pulau kecil dan penyangga (hinterland) di sekitar pulau utama Batam. Namun, cerita tentang kelam hanya kenangan di waktu silam. Sebab, energi listrik telah terkoneksi hingga ke gugusan pulau-pulau di pesisir tersebut. Campur tangan pemerintah yang mendorong agar terang bisa dirasakan hingga ke pulau-pulau seberang, tak bisa dianggap sebelah mata.
FADHIL, Batam
Matahari mulai beringsut turun. Petang perlahan menjelang. Langit yang awalnya terang, berubah biru keemasan, kemudian jadi abu-abu kelam. Gelap malam mulai merayapi wilayah Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Pendar cahaya lampu temaram dari rumah-rumah warga mulai terlihat. Namun, di luar rumah, tak banyak lampu yang terpasang. Sehingga, gelap dan sunyi malam tak sepenuhnya hilang. Aktivitas warga juga sangat terbatas, karena tak kuasa melawan kelam saat malam menghadang.
“Kami mengandalkan listrik dari genset yang hanya menyala dari pukul 17.00 hingga 24.00 WIB. Setelah itu, gelap lagi,” kata Barnas atau yang akrab disapa Ujang, salah seorang warga Sijantung kala mengenang suasana di tempat tinggalnya, beberapa waktu silam.
Jika sudah begitu, warga akan memilih tinggal di dalam rumah. Jika tidak ada yang dikerjakan, tidur adalah pilihan utama ketimbang terjaga tanpa penerangan.
“Mau bagaimana lagi, karena memang kondisinya gelap di luar,” ujarnya.
Namun, situasi itu berubah drastis saat sambungan listrik dari PLN Batam masuk ke wilayah Sijantung dan kelurahan lain di sekitarnya pada medio awal 2018 lalu. Wilayah yang berada di gugusan pulau penyangga yakni Pulau Galang, serta terhubung dengan lima Jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) untuk sampai ke pulau utama Batam itu, akhirnya terkoneksi sambungan listrik yang bisa menyala selama 24 jam penuh.
Ujang, yang merupakan Ketua Rukun Warga (RW) 01, Kelurahan Sijantung, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya atas sambungan listrik tersebut. Betapa tidak, setelah 20 tahun lebih menanti, akhirnya tempat tinggalnya teraliri listrik yang bisa digunakan kapanpun sesuai kebutuhan.
“Selain untuk penerangan, masuknya listrik juga membuat gaya hidup warga berubah,” ujarnya.
Ia bertutur, saat ini banyak warga yang mulai berbondong-bondong membeli peralatan elektronik. Mulai dari televisi, kulkas, mesin cuci, dan berbagai jenis barang elektronik lainnya. Ada yang memborong perkakas elektronik hanya untuk digunakan bagi kepentingan diri dan keluarganya. Namun, ada juga yang berbelanja untuk menunjang bekal kehidupan.
Ia mencontohkan, saat ini banyak warga yang membeli kulkas. Rata-rata, kata Ujang, profesi warga setempat merupakan nelayan. Saat mendapat ikan dalam jumlah banyak, mereka butuh es batu atau kulkas agar ikan tangkapan bisa disimpan lebih lama.
Namun, karena sebelumnya listrik hanya menyala dengan waktu dan daya yang terbatas, mereka tak berani membeli kulkas untuk membuat es atau untuk menyimpan hasil tangkapan tersebut. Akhirnya, dulu mereka harus menempuh perjalanan jauh hingga ke Kota Batam yang jaraknya minimal 50 kilometer (km), untuk sekadar membeli es batu.
“Dulu kita terpaksa beli es batu, satu wadah Rp 16 ribu. Tapi sekarang, karena punya kulkas, sudah bisa bikin es sendiri, ikan hasil tangkapan juga lebih awet karena ada kulkas,” kata dia.
Tak hanya itu, banyak perubahan lain dalam pola keseharian warga. Dengan listrik yang terus menyala, maka kondisi malam makin terang dengan banyaknya lampu terpasang. Aktivitas warga di malam hari juga berkembang.
Ujang menceritakan bagaimana kalangan ibu rumah tangga di wilayahnya mulai membuka usaha kecil-kecilan, seperti warung kelontong. Bahkan, ada juga aktivitas ekonomi yang berlangsung hingga malam hari.
“Karena malam juga sudah terang, ada juga yang jual gorengan (aneka camilan ringan yang digoreng, red) sampai malam. Berkat listrik yang menyala terus, lama-lama ekonomi warga berkembang,” cerita Ujang sembari mengucap syukur.
Bahkan, aktivitas warga untuk berkumpul di luar rumah saat malam hari bersama tetangga, kini jadi hal biasa. “Bisa ngobrol-ngobrol sambil menjaga lingkungan juga, biar aman,” katanya sembari tertawa lepas.
Selain terkait kontinuitas suplai energi listrik yang terus menyala, Ujang juga mengingat bahwa ongkos membayar tagihan listrik saat menggunakan genset, lebih mahal ketimbang layanan dari listrik dari PLN Batam saat ini.
Dulu, dengan listrik yang hanya menyala selama tujuh jam, warga harus membayar Rp 100 ribu tiap bulannya. Namun kini, dengan ketersediaan listrik yang lebih lama, tarif yang harus dibayar malah lebih murah. Meskipun, kata dia, besaran biaya bulanan yang dikeluarkan warga saat ini berbeda, tergantung besaran jumlah pemakaian listrik di masing-masing keluarga. “Tapi secara umum lebih murah, kami juga bisa pakai sesuai keinginan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Batam, Budi Pangesti mengatakan, pihaknya berkomitmen meningkatkan kualitas pelayanan listrik untuk masyarakat. Termasuk, upaya meningkatkan pasokan listrik bagi warga yang tinggal di wilayah hinterland.
“Juga rencana penyambungan jaringan baru ke Pulau Galang yang belum sepenuhnya mendapat aliran listrik,” kata Budi, saat kunjungan kerja ke Kantor Ombudsman Kepri, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad mengapresiasi langkah PLN Batam. Ia menyebut, banyak perubahan positif yang dirasakan warganya yang tinggal di pulau-pulau kecil di seberang pulau utama Batam, saat mendapatkan fasilitas listrik hingga 24 jam.
“Dulu warga cuma berharap sambungan genset dari Camp Vietnam (bekas penampungan pengungsi Vietnam, red), dan itu menyala cuma malam hari saja. Sekarang, warga senang setelah listrik di pulau bisa menyala 24 jam,” ujarnya.
Ia mengaku, keluhan warga yang menginginkan suplai energi listrik yang kontinu, sebenarnya telah lama disampaikan. Namun, kewenangan terkait kelistrikan ada di tingkat Provinsi Kepri. Meski begitu, Amsakar menyebut, Pemerintah Kota Batam terus menyampaikan keluhan tersebut ke Pemerintah Provinsi Kepri.
“Setiap bertemu masyarakat di pulau, yang mereka butuhkan listrik. Dan alhamdulillah, secara bertahap sejumlah pulau mulai teraliri listrik,” kata mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kota Batam tersebut.
Terpisah, Gubernur Kepri, Isdianto mengatakan, mengalirkan energi listrik ke seluruh wilayah, termasuk kawasan pesisir selama sehari penuh, merupakan komitmen pemerintah dalam melayani masyarakat. Isdianto yakin, perekonomian daerah akan semakin baik dengan pasokan listrik 24 jam penuh.
“Sekarang, alhamdulillah hingga tengah malam warga masih bisa berusaha dan melakukan aktivitas ekonomi lainnya,” kata Isdianto.
Gubernur ikut gembira dengan sambutan riang masyarakat terhadap pasokan listrik 24 jam ini. Ia mengajak masyarakat bersyukur, serta tetap menjaga kawasan ini aman dan nyaman. Apalagi, dengan pasokan listrik 24 jam, menunjukkan bahwa kawasan ini lebih maju selangkah dari daerah lain yang belum dapat aliran listrik.
“Dengan listrik menjadi 24 jam, semoga bisa meningkatkan kreativitas dan produktivitas masyarakat. Dan yang terpenting, bisa meningkatkan kesejahteraan,” kata Isdianto.
*Realisasi Implementasi Kepmen ESDM
PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dan PT Energi Listrik Batam (ELB) menandatangani Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), dalam rangka mewujudkan ketahanan energi listrik negeri dengan harga yang kompetitif. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Komersial PGN, Faris Aziz dan Direktur Utama PT Energi Listrik Batam, Danny Praditya, Jumat (28/8/2020) di Jakarta.
ELB merupakan Anak Usaha PT Medco Power Indonesia dan sebagai salah satu Independent Power Producer (IPP), yakni perusahaan produsen listrik yang dimiliki oleh swasta untuk melakukan perjanjian kerja sama dengan PLN, dalam hal ini PLN Batam. Nantinya, perusahaan ini akan menyerap gas bumi dari PGN secara ramp up (meningkat), menyesuaikan dengan permintaan listrik dan diperkirakan mencapai 18 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD) dengan estimasi pembangkit sebesar 80-100 Mega Watt (MW).
Tentunya, hal ini berkontribusi memenuhi ketersediaan listrik di wilayah Batam melalui Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Tanjunguncang. Sesuai ketentuan yang tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 91K/2020, gas yang disalurkan bersumber dari PT Pertamina Hulu Energi Jambi Merang (PHE JM).
Perjanjian ini berlaku efektif hingga tahun 2024, dan juga difokuskan untuk menopang proyek Combine Cycle Power Plant (CCPP) ELB yang saat ini tengah dibangun. Mengingat, tujuan dari proyek ini adalah meningkatkan kapasitas pembangkit listrik.
“Perjanjian ini juga bagian dari realisasi implementasi Kepmen ESDM 91K/2020. ELB sebagai mitra strategis pemerintah menjalankan operasinya sebagai power producer, berkesempatan mendapatkan manfaat dari harga gas yang khusus berdasarkan Kepmen ESDM tersebut,” kata Direktur Komersial PGN, Faris Aziz, Jumat (28/8), melalui rilisnya.
Fariz berharap, manfaat dari Kepmen ESDM 91K/2020 dapat menunjang optimasi operasi PT EMB, menurunkan Biaya Pokok Produksi (BPP). Sehingga, akan meningkatkan serapan volume gas serta ketersediaan kelistrikan di Batam semakin andal. “Dari perjanjian ini, diperhitungkan ada peningkatan pada produksi listrik di ELB menjadi 80–100 MW. Sebelumnya hanya setara kurang lebih 30 MW,” ungkap Faris.
ELB merupakan pelanggan PGN. Namun, alokasi gasnya masih melalui PLN Batam. Dari kesepakatan ini, menjadi peluang penting bagi PGN sebagai subholding gas dalam memperkuat layanan gas bumi pada sektor kelistrikan. “Kami juga berterima kasih atas dukungan yang selama ini diberikan, sehingga implementasi Kepmen ESDM 91/2020 disambut dengan baik oleh rekan-rekan di sektor kelistrikan,” ujar Faris.
Faris mengungkapkan, alokasi gas bumi untuk pembangkit listrik sesuai Kepmen ESDM 91K/2020 sebesar kurang lebih 315 BBTUD, dengan estimasi kapasitas pembangkit kurang lebih 1.250 MW, untuk mendukung pembangkit listrik di Batam, Sumatera, dan Jawa Bagian Barat. Dengan adanya penerapan harga baru yang lebih murah, tentunya diharapkan pemakaian gas di pembangkit-pembangkit listrik dapat meningkat.
“PGN membuka kesempatan yang besar bagi semua sektor kelistrikan untuk menggunakan gas bumi, agar benefitnya dapat dirasakan secara nyata. Khususnya, efisiensi pembiayaan, dapat menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tambahan pasokan listrik, seiring dengan konsumsi listrik nasional yang terus meningkat,” ujar Faris.
PGN sebagai subholding gas dan bagian dari Holding PT Pertamina (Persero), berkomitmen menjadikan sektor listrik sebagai salah satu dari program prioritas PGN. Dari segi volume, sektor kelistrikan memiliki porsi penyerapan gas bumi yang paling besar. Namun, hal itu sepadan dengan perannya dalam menopang kebutuhan energi kelistrikan di berbagai segmen masyarakat.
Oleh karena itu, PGN juga senantiasa termotivasi untuk melakukan pengembangan infratruktur dan meningkatkan kualitas layanan gas bumi, agar dapat menjamin keandalan energi kelistrikan di seluruh wilayah di Indonesia.(*)