Disbudpar Diminta Susun Standar Penggunaan Baju Melayu

Sekretaris Daerah Kota Batam, Jefridin

Media Center Batam – Sekretaris Daerah Kota Batam, Jefridin meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyusun standar penggunaan pakaian melayu, khususnya bagi pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Batam. Pakaian melayu ini merupakan seragam pegawai Pemko Batam setiap hari Jumat.

“Sekarang mulai ada yang pakai baju koko. Peraturannya itu berbaju melayu. Dan pemakaian baju melayu itu ada aturannya,” kata Jefridin di Kantor Walikota Batam, Rabu (21/8).

Ia mencontohkan dalam hal penggunaan kain samping bagi laki-laki. Kain samping merupakan kain yang dililitkan pada bagian luar baju melayu pria. Penggunaan kain samping ini juga ada aturan tersendiri.

“Untuk yang belum menikah, di atas lutut. Kalau sudah menikah, panjang sampai bawah lutut,” tutur pria yang juga pengurus Lembaga Adat Melayu ini.

Kemudian pemakaian bajunya pun ada dua macam. Baju masuk di dalam kain atau dibiarkan di luar kain samping.

Menurut Jefridin, kain samping berada di luar baju apabila atasannya menggunakan kerah model cekak musang. Tapi bila baju atasan memakai jenis teluk belanga, kain samping berada di bagian dalam baju.

“Jumlah butang (kancing) untuk cekak musang juga tak sembarang. Harus lima. Itu ada makna filosofisnya. Karena melayu ini identik dengan islam, itu diartikan sebagai rukun islam yang lima,” kata dia.

Poin lain yang harus diperhatikan pegawai pria saat mengenakan baju melayu adalah penggunaan songkok atau peci. Jenis penutup kepala yang dipakai adalah peci berwarna hitam. Sedangkan untuk acara resmi bisa menggunakan tanjak.

“Sandalnya pun sandal capal. Kalau tidak, pakai sepatu. Aturan-aturan ini yang harus dibuat SOP-nya oleh Disbudpar,” ujar mantan guru tersebut.

Penyusunan standar penggunaan pakaian melayu ini juga sebagai tindak lanjut dari amanat Peraturan Daeran Kota Batam nomor 1 tahun 2018 tentang Pemajuan Kebudayaan Melayu.

Mungkin Anda juga menyukai